Arvydas Romas Sabonis (lahir 19 Desember 1964) adalah pensiunan pemain basket profesional dari Lithuania. Dia adalah kolektor delapan kali European Player of the Year (Pemain Basket Terbaik Eropa), pemenang enam kali penghargaan Euroscar Award, dan dua penghargaan Mr. Europa Award, sebagai pemain terbaik Eropa dan bermain dalam berbagai liga, termasuk tujuh musim di National Basketball Association (NBA ) di Amerika Serikat.
Sabonis dianggap big man terbaik yang mempunyai kemampuan passing yang sangat mengagumkan, bisa dikatakan sebagai salah satu center terbaik dalam sejarah NBA. Bahkan legenda NBA, Bill Walton, pernah menyebut Sabonis sebagai Larry Bird dengan tubuh raksasa karena memiliki visi bermain yang unik, jangkauan shooting, mentalitas dan fleksibilitas yang baik saat bertanding.
Pada tanggal 20 Agustus 2010, Sabonis masuk dalam Hall of Fame FIBA yang merupakan pengakuan kehebatannya dalam bermain pada kompetisi internasional. Pada tanggal 4 April 2011, Sabonis juga masuk dalam Naismith Memorial ke Basketball Hall of Fame, yang telah dilantik pada tanggal 12 Agustus 2011. Dengan tinggi mencapai 220 cm Sabonis menjadi pemain tertinggi yang masuk dalam Naismith Memorial Basketball Hall of Fame.
Di Eropa, fans basket tahu persis bagaimana kehebatan Sabonis. Mereka pasti masih teringat dengan bakat yang dia miliki saat berperan mengantarkan Uni Soviet memenangkan medali emas pada Olimpiade tahun 1988 dan membantu Lithuania mengklaim perunggu di tahun 1992 sebelum akhirnya hijrah ke Portland pada tahun 1995 di usianya yang ke-31.
Itu sebabnya dalam tujuh musimnya dengan Trail Blazers bisa dikatakan mengecewakan. Karena penggemar NBA tidak pernah melihat kemampuan sebenarnya dari seorang Sabonis. Bagian yang sangat disukai Sabonis saat bergabung dengan Trail Blazers adalah bercanda dengan teman-teman di ruang ganti, tapi bisa jadi berlawan 180 derajat ketika reporter datang mendekat, dia berubah menjadi seorang pemurung dan pendiam, karena hambatan bahasa, hal ini membuatnya sulit berinteraksi dengan media.
Penyebab lainnya adalah kesehatan. Kaki yang mengalami rematik. Kaki yang infeksi setelah menjalani operasi. Sebuah tendon achilles robek. Dokter yang menanganinya, Bob Roberts, mengungkapkan file medis sebelum Sabonis ke NBA, "Kondisi kakinya sangat buruk, nampaknya dia tidak akan bisa berlari, apalagi basket."
Padahal kemampuannya berlari dengan ketangkasan yang luar biasa untuk ukuran tubuhnya menjadikan Portland memilihnya diurutan ke 24 pada draft NBA tahun 1986, saat itu pemain asing masih kurang diperhitungkan di NBA dan apalagi berasal Uni Soviet, bisa dikatakan hampir mustahil. Blazers mencoba bernegosiasi dengan Departemen Luar Negeri Amerika dan taipan Armand Hammer, yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Moskow, dan beberapa pihak yang bisa menghubungkan Blazers ke federasi basket Uni Soviet. Ketika kemudian pemilik Blazers, Larry Weinberg dan wakilnya Bucky Buckwalter akhirnya bertemu dengan Sabonis di kejuaraan Eropa 1986 di Madrid, tidak lama setelah draft, pertemuan tersebut dilakukan secara rahasia di sebuah kamar hotel pada jam 3 pagi. Sebelas tahun kemudian, Buckwalter masih tidak bisa membawa Sabonis ke Portland.
Sabonis akhirnya pindah ke Portland pada tahun 1995. Saat itu tubuh bagian bawahnya begitu rapuh sehingga ia hanya bermain rata-rata 24,2 menit dalam 470 pertandingan musim reguler. Tapi kemampuannya bermain di area perimeter dengan passing dan shooting 3-point tetap membuatnya sebagai pemain favorit penggemar meskipun tidak sebanding dengan sebelas tahun para penggemar harus menunggu kedatanggannya.
Chis Dudley, rekan setim di Portland mengatakan, "Sabonis adalah seorang pria yang jika cukup sehat untuk bermain 30 menit dalam pertandingan akan menjadi All-Star."
"Dia memiliki era yang hebat untuk center seperti Hakeem [Olajuwon] dan [David] Robinson dan Patrick [Ewing]," kata Dudley. "Arvydas layak disandingkan dengan nama-nama itu."
"Pada saat dia ke Portland, ia telah melewati masa puncaknya dan dia tidak bisa bergerak banyak. Tapi ia masih merupakan center yang sangat efektif. Penggemar basket tahu dia itu baik, tapi tidak pernah terekspos seperti basket Eropa sekarang. Saat itu kita hanya berkesempatan melihat mereka di ajang Olimpiade," ucap Rick Adelman, mantan pelatih Portland Trail Blazers.
Sabonis meninggalkan Trail Blazers pada musim 2000-01 dan kembali untuk mencoba lagi di musim 2002-03, hanya bermain 15,5 menit dalam tiap 78 penampilan, kemudian akhirnya memutuskan untuk meninggalkan NBA. Pada tahun 2011, Buckwalter masih sesekali menonton kompilasi video Sabonis saat dia masih remaja dan memiliki bakat yang luar biasa.
"Dia memiliki bakat fenomenal," kata Buckwalter.
Sabonis, kehebatan dan kekecewaan, kombinasi dalam lingkaran sejarah NBA yang tidak pernah terlihat kemampuan sesungguhnya.
Dalam pidatonya setelah menerima penghargaan Hall of Fame, dia mengatakan, "If I knew playing in the NBA was so easy, I would have arrived much sooner..." (jika saja aku tahu berkompetisi di NBA sangat mudah, mungkin aku akan bergabung dengan kompetisi ini lebih awal).