25 November 2011

Drill Pergerakan Flex Offense

Permainan bola basket semakin modern. Tidak seperti dulu, di mana tim-tim memakai pola defense yang monoton, misalnya Zone 2-3 atau 3-2.

Sekarang ini sudah banyak dijumpai tim bola basket tingkat pelajar SMP sudah beralih ke bentuk defense lainnya, misalnya Man-to-Man.

Bagi pemain setingkat mereka, bukan hal yang mudah untuk memecahkan defense tersebut, karena pressure akan selalu diberikan oleh defender di mana pun mereka berada. Hal tersebut akan semakin sulit jika kemampuan fundamental pemain masih minim.

Salah satu strategi yang diterapkan oleh pelatih NBA (Toronto Raptors) untuk mengalahkan Man-to-Man adalah Flex Offense.

Berikut ini drill yang bisa diterapkan untuk melatih pergerakan Flex Offense, sangat cocok digunakan pada pemain tingkat pemula sampai menengah.

1) Para pemain menempati formasi awal Flex Offense yang mirip dengan formasi 4-out 1-in.

Antrian berada di dua pemain yang menempati area corner, di belakang O3 dan O4.

Bola dipegang oleh pemain perimeter O1. Posisi low post ditempati oleh pemain O5 yang berada di sisi yang sama dengan pemain perimeter tersebut.
2) Pemain O1 mengumpankan bola ke pemain O2.

Demikian seterusnya, passing bola hanya terjadi antara dua pemain yang berada di area perimeter.
3) Setiap kali terjadi passing antar kedua pemain perimeter, pemain low post melakukan cross screen terhadap pemain corner yang ada di dekatnya, dalam hal ini O5 terhadap O3.

Setelah mendapatkan screen, pemain O3 menempati posisi low post di sisi yang sama dengan pemain perimeter yang memegang bola.
4) Setelah melakukan cross screen, giliran pemain O5 mendapatkan down screen dari pemain perimeter yang tidak memegang bola, yaitu O1.
5) Setiap pemain yang telah melakukan down screen bergerak keluar ke area corner (masuk dalam antrian).

Pemain terdepan dalam antrian menjadi aktif dan menggantikan peran pemain yang berada di area corner.
6) Sekarang posisi para pemain seperti posisi awal Flex Offense, hanya saja pada sisi yang berlawanan.
7) Pola tersebut dilakukan berulang-ulang dari sisi yang berlawanan, diawali dari passing antar kedua pemain perimeter, dari pemain O2 ke

04 August 2011

Shin Splints

Sebagaimana telah diketahui bersama, permainan basket sangat menguras tenaga pada tubuh terutama jika dimainkan setiap hari. Kita harus menyadari bahwa, semakin sering kita berlatih, maka semakin berpotensi terjadi berbagai jenis cedera overuse. Untuk beberapa pemain basket yang terus-menerus berlari, melompat, atau gerakan lainnya dapat berdampak serius pada tubuh mereka khususnya tubuh bagian bawah. Salah satu cedera yang paling umum pada bagian tubuh tersebut adalah shin splints.

Kebanyakan penyebab cedera shin splints dapat dikaitkan dengan kurangnya daya redam (shock absorption) selama berlari dan melompat. Ketidakmampuan untuk menyerap dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti lemah otot, sendi, dan jaringan ikat pada tubuh bagian bawah, serta pemakaian alas kaki yang tidak tepat (karena tidak memiliki bantalan yang bagus), latihan yang berlebihan pada permukaan keras, dan terlalu sering berlatih (overtraining).

Shin splints dapat berupa peradangan otot, tulang, dan fraktur. Peradangan otot biasanya terjadi pada otot tibialis posterior yang terletak tepat di belakang tibia. Otot ini digunakan untuk mendukung kaki saat berlari dan melompat. Kondisi ini disebabkan oleh kegiatan berlari dan melompat berulang-ulang, terutama pada permukaan keras seperti kebanyakan lapangan basket, sehingga otot akan perlahan-lahan menjadi kewalahan atau tegang. Setelah ini terjadi, akan muncul rasa sakit dan nyeri di sepanjang bagian dalam tulang kering. 

Peradangan tulang, juga dikenal sebagai periostitis tibialis (periosteum adalah lapisan terluar tulang), juga merupakan dampak dari kegiatan yang berlari dan melompat yang berulang-ulang. Rasa sakit yang muncul biasanya dapat dirasakan secara langsung pada bagian bawah tulang kering. Mungkin juga terjadi pembengkakan di daerah itu. 

Ketika tulang ditekan terlalu sering dan tidak mendapat cukup waktu untuk istirahat, fraktur pada tulang juga dapat terjadi. Jika terjadi demikian, x-ray diperlukan untuk memperoleh diagnosis yang akurat. Waktu istirahat yang cukup panjang dapat mengobati kondisi ini, tapi pada beberapa kasus diperlukan operasi.
Untuk menilai tingkat keparahan shin splints, ada empat tolok ukur yang dapat dijadikan acuan:
  • Tingkat 1 - Tulang kering nyeri 2-3 jam setelah latihan. Dengan sedikit beraktivitas dapat mengurangi rasa sakit.
  • Tingkat 2 - Tulang kering nyeri sebelum dan setelah berolahraga tetapi tidak mempengaruhi performa.
  • Tingkat 3 - Tulang kering nyeri sebelum, selama, dan setelah, olahraga, serta mempengaruhi performa.
  • Tingkat  4 - Rasa nyeri parah, tidak dapat beraktivitas. Harus dirujuk ke dokter atau fisioterapis jika sakit berlanjut setelah satu minggu.
Untuk semua tingkatan, direkomendasikan untuk melakukan terapi RICE (istirahat, es, kompresi, dan elevasi). Jika diresepkan oleh dokter, obat anti-radang (inflamasi) juga dapat menjadi pilihan. Istirahat merupakan bentuk pengobatan yang paling efektif untuk nyeri tulang kering kemudian dilanjutkan dengan aktivitas ringan secara progresif. Jumlah istirahat tergantung pada tingkat keparahan, dapat berkisar dari beberapa hari bahkan bulan! Seperti biasa, pencegahan adalah obat terbaik. Selalu ingat untuk berlatih secara pintar, bukan keras.

15 July 2011

Arvydas Sabonis, Bintang yang Tak Pernah Terlihat


Arvydas Romas Sabonis (lahir 19 Desember 1964) adalah pensiunan pemain basket profesional dari Lithuania. Dia adalah kolektor delapan kali European Player of the Year (Pemain Basket Terbaik Eropa), pemenang enam kali penghargaan  Euroscar Award, dan dua penghargaan Mr. Europa Award, sebagai pemain terbaik Eropa dan bermain dalam berbagai liga, termasuk tujuh musim di National Basketball Association (NBA ) di Amerika Serikat.

Sabonis dianggap big man terbaik yang mempunyai kemampuan passing yang sangat mengagumkan, bisa dikatakan sebagai salah satu center terbaik dalam sejarah NBA. Bahkan legenda NBA, Bill Walton, pernah menyebut Sabonis sebagai Larry Bird dengan tubuh raksasa karena memiliki visi bermain yang unik, jangkauan shooting, mentalitas dan fleksibilitas yang baik saat bertanding.

Pada tanggal 20 Agustus 2010, Sabonis masuk dalam Hall of Fame FIBA yang merupakan ​​pengakuan kehebatannya dalam bermain pada kompetisi internasional. Pada tanggal 4 April 2011, Sabonis juga masuk dalam Naismith Memorial ke Basketball Hall of Fame, yang telah dilantik pada tanggal 12 Agustus 2011. Dengan tinggi mencapai 220 cm Sabonis menjadi pemain tertinggi yang masuk dalam Naismith Memorial Basketball Hall of Fame.

Di Eropa, fans basket tahu persis bagaimana kehebatan Sabonis. Mereka pasti masih teringat dengan bakat yang dia miliki saat berperan mengantarkan Uni Soviet memenangkan medali emas pada Olimpiade tahun 1988 dan membantu Lithuania mengklaim perunggu di tahun 1992 sebelum akhirnya hijrah ke Portland pada tahun 1995 di usianya yang ke-31.

Itu sebabnya dalam tujuh musimnya dengan Trail Blazers bisa dikatakan mengecewakan. Karena penggemar NBA tidak pernah melihat kemampuan sebenarnya dari seorang Sabonis. Bagian yang sangat disukai Sabonis saat bergabung dengan Trail Blazers adalah bercanda dengan teman-teman di ruang ganti, tapi bisa jadi berlawan 180 derajat ketika reporter datang mendekat, dia berubah menjadi seorang pemurung dan pendiam, karena hambatan bahasa, hal ini membuatnya sulit berinteraksi dengan media.

Penyebab lainnya adalah kesehatan. Kaki yang mengalami rematik. Kaki yang infeksi setelah menjalani operasi. Sebuah tendon achilles robek. Dokter yang menanganinya, Bob Roberts, mengungkapkan file medis sebelum Sabonis ke NBA, "Kondisi kakinya sangat buruk, nampaknya dia tidak akan bisa berlari, apalagi basket."

Padahal kemampuannya berlari dengan ketangkasan yang luar biasa untuk ukuran tubuhnya menjadikan Portland memilihnya diurutan ke 24 pada draft NBA tahun 1986, saat itu pemain asing masih kurang diperhitungkan di NBA dan apalagi berasal Uni Soviet, bisa dikatakan hampir mustahil. Blazers mencoba bernegosiasi dengan Departemen Luar Negeri Amerika dan taipan Armand Hammer, yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Moskow, dan beberapa pihak yang bisa menghubungkan Blazers ke federasi basket Uni Soviet. Ketika kemudian pemilik Blazers, Larry Weinberg dan wakilnya Bucky Buckwalter akhirnya bertemu dengan Sabonis di kejuaraan Eropa 1986 di Madrid, tidak lama setelah draft,  pertemuan tersebut dilakukan secara rahasia di sebuah kamar hotel pada jam 3 pagi. Sebelas tahun kemudian, Buckwalter masih tidak bisa membawa Sabonis ke Portland.


Sabonis akhirnya pindah ke Portland pada tahun 1995. Saat itu tubuh bagian bawahnya begitu rapuh sehingga ia hanya bermain rata-rata 24,2 menit dalam 470 pertandingan musim reguler. Tapi kemampuannya bermain di area perimeter dengan passing dan shooting 3-point tetap membuatnya sebagai pemain favorit penggemar meskipun tidak sebanding dengan sebelas tahun para penggemar harus menunggu kedatanggannya.

Chis Dudley, rekan setim di Portland mengatakan, "Sabonis adalah seorang pria yang jika cukup sehat untuk bermain 30 menit dalam pertandingan akan menjadi All-Star."

"Dia memiliki era yang hebat untuk center seperti Hakeem [Olajuwon] dan [David] Robinson dan Patrick [Ewing]," kata Dudley. "Arvydas layak disandingkan dengan nama-nama itu."

"Pada saat dia ke Portland, ia telah melewati masa puncaknya dan dia tidak bisa bergerak banyak. Tapi ia masih merupakan center yang sangat efektif. Penggemar basket tahu dia itu baik, tapi tidak pernah terekspos seperti basket Eropa sekarang. Saat itu kita hanya berkesempatan melihat mereka di ajang Olimpiade," ucap Rick Adelman, mantan pelatih Portland Trail Blazers.

Sabonis meninggalkan Trail Blazers pada musim 2000-01 dan kembali untuk mencoba lagi di musim 2002-03, hanya bermain 15,5 menit dalam tiap 78 penampilan, kemudian akhirnya memutuskan untuk meninggalkan NBA. Pada tahun 2011, Buckwalter masih sesekali menonton kompilasi video Sabonis saat dia masih remaja dan memiliki bakat yang luar biasa.

"Dia memiliki bakat fenomenal," kata Buckwalter.

Sabonis, kehebatan dan kekecewaan, kombinasi dalam lingkaran sejarah NBA yang tidak pernah terlihat kemampuan sesungguhnya.

Dalam pidatonya setelah menerima penghargaan Hall of Fame, dia mengatakan, "If I knew playing in the NBA was so easy, I would have arrived much sooner..." (jika saja aku tahu berkompetisi di NBA sangat mudah, mungkin aku akan bergabung dengan kompetisi ini lebih awal).

25 March 2011

Dribble Weave

1) Pemain 1 mendribble bola ke arah pemain 2 dan melakukan screen untuk pemain 2, dengan cara pivot menggunakan kaki bagian dalam (kaki yang paling dekat dengan ring basket) sebagai tumpuan.

Pemain 2 memanfaatkan screen tersebut dan menerima bola hand off dari pemain 1. Agar lebih optimal, pemain 2 harus melakukan V cut terlebih dahulu sebelum hand off (timing sangat penting).





2)  Pemain 2 mendribble bola ke arah pemain 3 dan melakukan screen untuk pemain 3.

Pemain 3 memanfaatkan screen dari pemain 2. Jika screen tersebut berhasil menghalangi defender, maka pemain 2 melakukan reverse pivot dengan kaki bagian dalam sebagai tumpuan dan memberikan bola dengan cara hand off ke pemain 3.







3) Pemain 3 mempunyai kesempatan mencetak angka dengan melakukan drive ke ring basket.

Setelah pemain 2 melakukan pivot, harus segera bergerak cepat ke arah ring basket untuk memberikan opsi passing kepada pemain 3 (mirip gerakan pick and roll) atau untuk melakukan rebound.
4) Jika pemain 3 tidak bisa melakukan drive, maka pemain tersebut dapat mendribble bola ke arah pemain 1.
Pemain 2 bergerak keluar ke area wing.

Dari sini, strategi ini dapat diulang-ulang kembali. Kunci keberhasilan strategi ini adalah SPG (spacing, patience, dan good screen)

09 February 2011

Rookie Terbaik Sepanjang Sejarah NBA

Lebron James

Lebron James adalah Rookie of the Year pada tahun 2004, masuk tim terbaik kedua NBA (second team All-NBA) pada tahun 2005, dan MVP pada All Star Game 2006. Dia sudah mencetak 6000 poin di NBA beberapa bulan setalah ulang tahunnya yang ke-21.

Setelah berhasil masuk babak playoff pertama kali di tahun 2006, James dengan sangat impresif mencatat 32 poin, 11 rebound, dan 11 assist, triple double di debut playoff-nya, menyamai Magic Johnson (1980) dan Johny McCarthy (1960) sebagai pemain dalam sejarah yang berhasil melakukan triple double di penampilan pertamanya di babak playoff.

Dwayne Wade

Pada tahun 2004, Miami Heat kembali masuk playoff setelah dua tahun absen, dipimpin oleh guard rookie-nya. Dwayne Wade, di playoff pertamanya berhasil memasukkan tembakan saat waktu menyisakan 1,3 detik untuk mengantarkan Heat mengalahkan Hornets. Wade mencatat 21 poin pada debutnya, 15 di antaranya dilakukan pada paruh kedua. Meskipun Heat memenangkan seri tersebut setelah melakoni tujuh pertandingan melawan Hornet, Wade hanya mencatat rata-rata 15,4 poin dengan tingkat keberhasilan melakukan tembakan sebesar 42 persen.

Pada seri selanjutnya Wade mencatat rata-rata 21 poin dan 49 persen keberhasilan melakukan tembakan, tetapi harus mengakui keunggulan Indiana Pacers dalam enam pertandingan.

Tony Parker

Tony Parker masuk rookie pada tahun 2002, dan selama musim reguler mencatat rata-rata 9,2 poin di setiap 15 menit aksinya. Tetapi angka tersebut naik secara dramatis saat Spurs masuk playoff. Pada seri pertama, Spurs mengalahkan Seatle Supersonics (sekarang pindah Oklahoma Thunders) 3-2 (best of five). Pada pertandingan kelima, Parker berhasil mencatat 23 poin. Rata-rata poin yang berhasil dia raih adalah 17,2 pada seri pertamanya.

Namun angka tersebut tidak bisa dijadikan acuan untuk menilai performa Parker. Pada pertandingan tersebut, Parker berhadapan dengan Gary Payton. Payton adalah defender yang sangat hebat, terbukti dengan terpilih sembilan kali berturut-turut masuk tim bertahan terbaik NBA (All-Defensive Team). Parker hanya melakukan lima kali turnover dalam lima pertandingan melawan pemain yang dijuluki "The Glove" karena kehebatannya mencuri  bola.

Pada seri kedua, Spurs harus mengakui keunggulan Lakers (yang berhasil menjadi juara NBA tiga tahun berturut-turut). Meskipun Tim Duncan mencatat 26,27,28,30, dan 34 poin pada lima pertandingan, Lakers tetap unggul 4-1. Pada seri ini, Parker mencicipi pertandingan besar pertamanya. Kobe Bryant mencatat 26,2 poin setiap pertandingan pada seri ini. Pada game ketiga, Parker berhasil mencatat 24 poin dan 5 assist,  tetapi belum mampu mengalahkan 10 poin di kuarter terakhir oleh Kobe, termasuk saat pertandingan menyisakan waktu lima detik yang memenangkan Lakers. Parker mencatat rata-rata 13,8 poin dan 5,4 assist serta tingkat keberhasilan melakukan tembakan sebesar 41 persen dalam seri ini.

Tracy McGraddy

Seperti LeBron, McGraddy masuk NBA setelah lulus dari SMA. Seperti LeBron, dia juga membutuhkan tiga tahun sebelum bisa merasakan playoff pertamanya. Tetapi tidak seperti LeBron, McGraddy masih harus memulai pertandingan dari bangku cadangan untuk sebagian besar pertandingan Toronto Raptors tahun 2004, dia hanya menjadi starter dalam 34 pertandingan.

Raptors berhadapan dengan juara wilayah timur musim sebelumnya, New York Knicks, tim yang berhasil memenangkan 50 pertandingan pada musim reguler. Mereka mempunyai Allan Houston, Latrell Sprewell, Patrick Ewing, Larry Johnson, dan Marcus Camby. Sedangkan Toronto hanya mempunyai satu bintang yang setara dengan mereka, yaitu Vince Carter.

Meskipun Knicks berhasil menyapu bersih seri pertama ini dalam tiga game, namun ketiga game tersebut berlangsung sangat ketat. Carter hanya memasukkan 30 persen tembakannya (15 dari 50) pada pertandingan pertama, dan enam poin di bawah rata-rata musim regulernya.

McGraddy mencatat 25 poin di pertandingan pertamanya, saat Raptors kalah 88-92. McGraddy kemudian mulai bermain seperti seorang superstar. Pada pertandingan kedua, Knicks menang 84-83 setelah melalui pertandingan yang seru, tercatat 22 kali terjadi salip-menyalip skor.

McGraddy membukukan rata-rata 16,7 poin per game pada seri ini, dan para pengamat berpendapat bahwa jika Toronto memulai serangannya dari McGaddy, dan bukannya Carter, maka Toronto bisa menang.

Allen Iverson

Iverson baru merasakan playoff setelah berkiprah selama tiga tahun di NBA. Saat itu, 1999, usianya 23 tahun dan Sixers menghadapi Orlando Magic di seri pertama. Sixers berhasil menyingkirkan Magic 3-1.

Pada kedudukan 1-1, pertandingan selanjutnya diadakan di Philadelphia. Iverson membuat sejarah NBA dengan 10 steal-nya, rekor yang sampai sekarang belum terpecahkan. A.I. memasukkan 30 poin di tiga dari empat pertandingan, dan memimpin perolehan poin pemain Sixers di semua pertandingan.

Dia menjadi pemain Sixers pertama yang berhasil mencetak 30 poin pada babak playoff setelah Andrew Toney melakukannya saat Sixers melawan Boston Celtics di Final Wilayah Timur (Eastern Conference Finals) di tahun 1982.

Meskipun Sixers disapu bersih 4-0 pada seri kedua, Iverson telah menunjukkan bakat yang sangat cemerlang (rata-rata 28,5 poin dalam 8 pertandingan).

Kobe Bryant

Kobe Bryant masih berumur 18 tahun ketika dia tampil di playoff pertamanya, 1997. Kobe bersaing dengan guard senior Lakers lainnya seperti Eddie Jones, Nick van Exel, dan Byron Scott. Playoff pertama Kobe adalah berhadapan dengan Portland Trail Blazers. Lakers memenangi seri tersebut dengan skor 3-1.

Setelah itu, Lakers kalah dari Utah Jazz dengan skor 4-1. Pada pertandingan terakhir, Shaquille O'neal terkena foul out saat pertandingan menyisakan waktu 1 menit 47 detik. Guard legendaris Utah Jazz, John Stockton memasukkan layup saat waktu tersisa 39 detik untuk menyamakan kedudukan 89-89. Kobe gagal lepas dari kawalan Bryon Russel dan hanya melakukan shooting airball sesaat sebelum buzzer dibunyikan. Jika tembakan itu masuk, maka Lakers masih berpeluang untuk maju ke seri selanjutnya.

Justru di babak overtime, legendaris Utah Jazz lainnya, Karl Malone (32 poin dan 20 rebound), mendominasi pertandingan dan Utah mampu mengalahkan Lakers.

Scottie Pippen

Musim rookie Pippen adalah 1988, dia mendapatkan menit bermain yang lebih sedikit dibandingkan kolega rookie-nya, Horace Grant. Playoff pertama Pippen adalah menghadapi Cleveland Cavaliers. Pelatih Chicago, Doug Collins, mengganti komposi squad intinya dengan memasukkan Pippen sebelum pertandingan kelima yang menentukan. Saat itu Pippen menggantikan pemain veteran Brad Sellars. Pippen berhasil mencetak 24 poin (10 di antaranya dilakukan pada kuarter ketiga), ditambah dengan 6 rebound, 5 assist, dan 3 steal. Dia bermain selam 39 menit dan meraih kemenangan 107-1-1. 

Michael Jordan

Chicago Bulls mendapatkan Jordan pada urutan ketiga draft tahun 1984, sejak tahun pertamanya di NBA dia tidak pernah mengecewakan penggemarnya. Bulls selalu gagal mencapai babak playoff di tiga musim sebelumnya, hanya memenangkan 28 dan 27 pertandingan sebelum Jordan bergabung.

Pada tahun 1985, Bulls memenangkan 38 pertandingan yang mengantarkan mereka masuk ke babak playoff berhadapan dengan Milwaukee Bucks. Bucks berhasil memenangkan dua pertandingan pertama di Milwaukee. Tapi saat pertandingan ketiga, Jordan berhasil mencetak 35 poin dan Bulls berhasil mengakhiri puasa kemenangan di babak playoff selama empat tahun, dengan skor 109-107. Kemenangan ini adalah yang pertama bagi Bulls di bawah manajemen Jerry Reinsdorf.

Rata-rata poin Jordan di musim rookie-nya adalah 28,2 pada musim reguler, dan 29,3 pada babak playoff, ditambah dengan 5,8 rebound dan 8,5 assist di setiap pertandingan. Pelatihnya sangat bergantung pada Jordan, terbukti dengan rata-rata waktu dia bermain setiap pertandingan yang mencapai 43 menit.

Larry Bird

"Larry Legend", bergabung dengan Boston Celtics sebagai rookie dengan bayaran paling mahal (3,25 juta dolar untuk lima tahun) pada tahun 1980 dan mengangkat tim dengan 29 kemenangan pada musim sebelumnya menjadi 61 kemenangan. Playoff pertama Bird adalah melawan Houston Rockets, tim yang selalu kalah menghadapi Celtics sepanjang musim reguler. Boston berhasil menyapu bersih Houston Rockets dalam empat pertandingan. 

Pada seri kedua, Boston berhadapan dengan rival terberatnya, Philadelphia. Dua game pertama berlangsung di Boston. Setelah Celtics di pertandingan pembuka, Bird mencetak 36 poin dan 14 rebound untuk membantu Boston menyamakan kedudukan. Sayangnya, Sixers berhasil merebut tiga pertandingan selanjutnya.

Magic Johnson

"The Magic Man" mempunyai karier basket yang paling cemerlang. Tahun pertama dilaluinya dengan sangat gemilang, mungkin yang terbaik sepanjang sejarah. Musim rookie-nya diawali dengan cara yang unik, karena dia harus ditinggal pelatihnya, Jack McKinney, yang mengalami cedera yang dapat membahayakan nyawanya karena jatuh dari sepeda saat Magic baru menjalani 13 pertandingan di Lakers.

Statistik permainannya di musim reguler cukup menakjubkan dengan 18.0 poin, 7,7 rebound, dan 7,3 assist di setiap pertandingan. Di babak playoff, dia lebih menggila. Lakers mengalahkan Phoenix Suns 4-1, kemudian ganti Sonics dikalahkan dengan skor yang sama.

Di final, Lakers berjumpa Philadelphia 76ers. Lakers berhasil menjadi juara pada pertandingan keenam yang dilakukan di kandang Philadelphia, saat Magic mencetak 42 poin, 15 rebound, dan 7 assist. Hebatnya lagi, dia bermain di semua posisi! Dia terpilih sebagai Finals MVP, satu-satunya rookie yang bisa mendapatkan penghargaan tersebut. Bahkan Lakers memenangkan pertandingan terakhir tanpa diperkuat bintangnya, Kareem Abdul-Jabbar, yang tengah cidera. Di playoff pertamanya, dia mencatat 18,3 poin, 10,5 rebound, dan 9,4 assist di 16 pertandingan.

Oscar Robertson

Butuh dua musim, 1962, untuk Oscar Robertson merasakan playoff NBA. Pemain berjuluk "Big O" ini mencatat rata-rata 30,8 poin, 12,5 rebound, dan 11,4 assist tiap pertandingan. Dia membukukan 45 triple double di musim reguler.

Di playoff, timnya, Cincinnati Royals kalah dari Detroit Pistons 37-45. Royals, didukung 1,825 suporter fanatiknya di Cincinnati Gardens berhasil merebut pertandingan kedua. Namun Piston berhak lolos ke seri selanjutnya setelah memenangkan dua pertandingan sisa.

Oscar Robertson mencatat 28,8 poin, 11 rebound, dan 11 assist di empat penampilannya. Oscar juga total mencetak 115 poin dari 81 tembakan saja. Musim berikutnya, Royals pindah ke wilayah timur (bersama Boston Celtics), dan itu menjadi awal keterpurukan Oscar. Oscar hanya bermain 39 kali di pertandingan playoff selama berkarier 10 tahun pertamanya di NBA. Dia memainkan pertandingan playoff ke-47 di empat tahun terakhirnya bersama Milwaukee Bucks (menjadi juara NBA di musimnya yang kesebelas). Di pertandingan final NBA terakhirnya, dia gagal memasukkan 11 dari 13 tembakan yang dia lakukan di pertandingan ketujuh final NBA tahun 1974.

24 January 2011

Drill Bola Buaya

Drill ini digunakan untuk melatih kemampuan dasar untuk melakukan passing. Pelatih dapat menerapkannya untuk pemain mini-basketball. Saat melatih, pelatih harus membuat proses latihan tidak monoton yang akan membuat para pemain menjadi bosan.

Peralatan yang dibutuhkan:
1 medicine ball (jika tidak ada, bisa menggunakan bola basket).
1 bola basket untuk masing-masing pemain.


Tata cara:
Setiap pemain memegang bola basket. Dibentuk dua kelompok yang saling berhadapan. Tugas pemain adalah memindahkan bola buaya (medicine ball) ke garis tim lawan dengan menggunakan bola yang mereka pegang.

Saat melempar bola, pemain tidak boleh melewati garis. Seetelah melempar, masing-masing pemain harus mengambil kembali satu bola, tidak harus bola yang sama, tetapi bola yang paling dekat dengannya.

Tim yang berhasil membuat bola buaya melewati garis tim lawan mendapatkan satu poin.

21 January 2011

Fundamental Passing

Basket adalah permainan tim. Dari definisi tersebut berarti semua pemain yang terlibat dalam permainan harus bekerja sebagai suatu kesatuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, para pemain harus menguasai salah satu keterampilan utama dalam permainan basket, yaitu passing. Meskipun demikian, passing sering kali masih jarang menjadi fokus para pelatih saat melatih timnya.

Pemain selalu berasumsi pada nilai-nilai yang pelatih tanamkan di setiap aspek permainan. Ketika melatih passing, seharusnya pelatih tidak hanya mengajarkan keterampilan, tetapi juga mentalitas. Banyak pemain berpikir passing sebagai sesuatu yang harus dilakukan ketika mereka tidak memiliki tembakan, bukannya suatu tindakan yang tidak egois yang dirancang untuk melibatkan pemain lain.

Ketika melatih pemain muda, pelatih harus menyadari keterbatasan fisik dan mental para pemain. Pemain muda biasanya kurang memiliki kekuatan yang diperlukan dan mereka masih mengembangkan rasa ruang dan waktu. Selain itu, keterampilan mereka mengenali kesempatan passing hanya bisa diasah oleh pengalaman. Kesempatan passing yang terlihat terbuka sering tidak dimanfaatkan oleh mereka karena mereka tidak memiliki pengalaman untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan passing dari titik A ke titik B dan bahkan seringkali menghasilkan passing yang buruk karena mereka terlalu lambat mengenali kesempatan passing.

Dalam kasus lainnya, kegagalan dari usaha passing sebelumnya sering menjadikan mereka terlalu berhati-hati untuk melakukan passing berikutnya. Hal ini mempunyai efek jangka panjang bisa menjadikan pemain tidak memahami nilai penting dari passing.

Jenis Passing

Pada dasarnya ada dua jenis passing:
  • Air Pass - passing yang antar pemain tanpa memantul lantai.
  • Bounce Passes - passing yang dilemparkan ke lantai sehingga memantul ke penerima yang dimaksudkan.
Setiap jenis passing mempunya beberapa variasi.

Variasi Dasar:
  • Dada Pass
  • Bounce Pass
  • Overhead Pass
  • Wrap Around Pass

Variasi Tingkat Lanjut:
  • Baseball Pass
  • Dribble Pass
  • Behind-the-Back Pass
  • Pick-dan-Roll Pass

Dasar Passing

Chest Pass
Dinamai demikian karena passing ini dilakukan dari dada. Sebelum dilemparkan bola dicengkeram di kedua sisi dengan ibu jari tepat di belakang bola. Ketika passing dilakukan, jari-jari yang diputar di belakang bola sampai ibu jari menghadap ke bawah. Hasil akhirnya adalah bagian belakang tangan saling berhadapan dengan ibu jari lurus ke bawah. Dengan demikian bola akan memiliki backspin (putaran ke belakang) yang bagus.

Bounce Pass vs Chest Pass

Ketika melakukan chest pass, para pemain harus berusaha untuk mengarahkannya ke dada penerima. Passing dari rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah akan sulit untuk ditangkap.

Bounce Pass
Bounce pass dilemparkan dengan gerakan yang sama namun ditujukan ke lantai. Ini harus dilakukan dari jarak yang cukup jauh sehingga bola memantul sampai setinggi pinggang penerima. Ada yang mengatakan, titik pantul optimal adalah 3/4 jarak dari pengumpan ke penerima, dan mungkin dapat dijadikan referensi yang baik untuk memulai latihan bounce pass, tapi setiap pemain harus melakukan percobaan sehingga dapat diketahui seberapa jauh bola diumpankan sehingga memantul ke penerima dengan benar. Dengan melakukan passing yang tepat dan konsisten akan membuat para pemain menentukan titik pantul.

Overhead Pass
Overhead pass sering digunakan sebagai outlet pass (passing yang digunakan sebagai awal fast break). Bawa bola langsung di atas dahi dengan kedua tangan di sisi bola. Sasarannya adalah dagu penerima. Beberapa pelatih menyarankan untuk tidak membawa bola di belakang kepala, karena memakan waktu sepersekian detik lebih lama dan bisa dicuri lawan.

Overhead Pass

Wrap Around Pass
Langkahkan kaki non-pivot di samping pemain bertahan. Umpankan bola dengan satu tangan (tangan luar). Passing ini dapat digunakan sebagai air pass atau bounce pass. Anda akan sering melihat wrap-around air pass dari pemain post ke perimeter dan wrap-around bounce pass untuk sebaliknya.


Baseball Pass
Sebuah baseball pass adalah passing menggunakan satu tangan yang gerakannya sama seperti melempar bola baseball. Passing ini sering digunakan untuk jarak yang jauh. Anak-anak harus lebih berhati-hati jika ingin melakukan passing jenis ini karena bisa menyebabkan tangan mereka cidera.
Baseball Pass

Dribble Pass
Dribble pass digunakan untuk melakukan passing dengan cepat dengan satu tangan yang digunakan untuk dribble bola. Passing ini bisa bersifat air pass atau bounce pass. Salah seorang bintang NBA yang sering melakukan passing ini adalah Steve Nash.

Behind the Back Pass
Behind the Back Pass adalah passing yang dilakukan melalui bagian belakang punggun pemain. Hal ini digunakan sebagai alternatif untuk menghindari pemain bertahan ketika passing dari bagian depan akan berisiko. Hal ini juga dapat digunakan untuk melempar bola ke pemain sisa pada berbuka puasa.

Saya tidak merekomendasikan untuk menggunakan passing ini selama pemain benar-benar menguasainya.

Pick and Roll Pass
Ini adalah passing yang digunakan ketika lawan melakukan double team saat terjadi pick and roll. Jika menggiring bola ke kanan, sisi kiri pemain menghadap target dan dribble bola dilakukan di sisi kanan, selanjutnya bola diumpankan ke pemain yang melakukan screen (screener) yang bergeraka ke ring basket atau ke perimeter melintasi bagian atas pemain bertahan atau dengan menggunakan bounce pass. Passing ini digunakan untuk melindungi bola dari pemain bertahan, dan bola diumpkan dengan gerakan yang mirip dengan "hook shot".

Titik penekanan pelatih saat mengajarkan passing adalah:
  • Sebuah passing yang baik adalah passing yang bisa ditangkap oleh rekan satu tim.
  • Ketika melakukan passing, kaki melangkah menuju penerima.
  • Saat menangkap, kaki penerima melangkah menuju pengumpan.
  • Seperti menembak, bola harus memiliki backspin. Hal ini dicapai dengan gerakan follow through setiap melakukan passing.